Mujas in action

Mujas in action
Jepara Beach

Cerpen “Tuhan…Biarkan Aku yang Pergi”


“Tuhan…Biarkan Aku yang Pergi”

Malam yang sejuk mengiringi kerinduanku. Angin malam turut membelai rambutku,menemaniku  yang tengah sendiri menatap indahnya bumi. Sebagai teman paling setia di kesenderianku dalam ketidak adilan ini.
“ Tuhan…kapan semuanya akan berubah? ‘’ Tanyaku dalam pengharapan. Tiba-tiba pintu kamarku di ketuk cukup pelan.
“ Pasti Bik mimin” tebakku
“ iya sebentar ? “ sahutku sembari berjalan dari serambi kamar
“ ma’af nun, waktunya makan malam,yang lain sudah ngumpul di bawah” ucap Bik mimin saat pintu kamarku terbuka.
“ Oke bik, nisya juga udah lapar banget nich “ candaku padanya.
Bibik mimin adalah seorang yang merawatku sejak lahir. Bagiku, ia sudah seperti ibu kandungku sendiri, hanya Bik mimin yang peduli padaku.di saat aku sakit, hanya ia yang selalu menyiapkan obat, hanya dia yng selalu tahu betapa sedihya aku di saat nilai rapotku jauh dari nilai kak nasha, hanya ia yang tahu betapa aku ingin seprti kak nasha, saudara kembarku.
“ wah…ada ayam goring nich hemm mak yuus”
“dasar ga’ sopan….” Sindir ayah padaku.
“ makanya, jangan nerocos aja donx jadi cwek” kata kakakku rasha.
“ nisha, sopan sedikitkan ada ayah sama bunda” tambah kak nasha.
“iya, betul tuh kata nasha , contoh dia” tambah bunda lagi.
“ Oke, aku pergi silahkan makan ! “ ucapku sinis
Akupun bergegas naik menuju kamarku tanpa menyentuh sedikitpun makanan disana. Padahal sebenarnya maghku kambuh dan rasanya sangatlah perih. Tapi lebih perih lagi di saat aku tak parnah mendaptkan kasih sayang dari semua orang yang aku sayangi.
Waktu seakan berjalan dengan sungguh cepat. Kini saatnya pembagian hasil belajar siswa.kebetulan, aku dan kak nasha berbeda kelas dan sekolah. Kalau aku masih kelas satu SMA,sedangkan ia sudah dikelas dua SMA.semua terjadi karena aku pernah tak naik kelas sewatu di sekolah dasar. Kalau kak Nasha sengaja ayah sekolahkan terfavorit di Jakarta. Sedangkan, aku bersekolah di SMA SWASTA biasa. Karna nilaiku tak sehebat kak Rasya dan kak Nasha.
“Yah…ambilin Raport nasha ya??” pintaku.
“ayah sudah janji akan ngambilin raport nasha, kalian kan beda sekolah”
“bunda…ambilin raport nisha ya”
“bunda, sudah janji sama nasha ngambilin raportnya, dia kan sedah kelas tiga jadi harus diwakilin”
“ah, sudahlah nisha, kamu memang saudara yang kejam, hanya menyumbangkan satu ginjal saja tidak mau. Untunglah ada seorang yang baik hati yang mau menyumbangkannya pada nasha “ucap ayah”.
“Oh gitu ya ??” Balasku dengan kecewa.
Aku hanya bisa nangis sendirian di kamar. Tidak ada seorang pun yang mau mengambil raportku. Jalan terahir adalah bi mimin.
“Gimana bi hasilnya?” tanyaku dengan penasaran.
“non nisha juara satu” ucap bibik dengan semangat.
“hah ??.. beneran bi???” sahutku tak kalah semangat, ternyata usahaku tak kalah sia-sia . akhirnya aku bisa menyamai dengan usaha kak nasha.
Setibanya di rumah, semua orang yang sedang berketawa ria melmenjaihat hasil belajar kak rasya dan kak nasha menjadi terdiam di saat kedatanganku dengan bi mimin.
“gimana hasilnya sha? Pasti jelek-jelek ucap kak rasha menyindirku.
“gak kok, aku juara satu” ucap dengan semangat.
“oh juara satu di sekolahmu, pasti juara terakhir di kelas nasha” ledek ayah.
Aku kecewa bener-bener kecewa karena semua prestasiku yang ku raih tak pernah di hargai sama sekali. Dengan kecewa aku lari menuju kamarku, kuratapi semua ke tidak adilan ini. Aku tidak keluar 2 hari pun tidak ada yang peduli, terkecuali bibi mimin yang hampir tiap jam  membujukku untuk keluar kamar. Maghku kambuh dan rasanya sangatlah perih dari biasanya.
“tuhan… kuatkan aku !!” Pintaku.
Di hari ketiga aksi diamku di kamar, tiba-tiba rumahku ter dengar suara yang sangat aku kenal. Ternyata, hari ini keluarga om Rifki  dari Belanda tiba di Jakarta, untuk berlibur bersama kami.
“ Om Rifki, tante titi?? Aku rindu kalian“ ucapku ter tunduk lesu di kamar.
Aku keluar kamar untuk menemui mereka, namun ternyata mereka sudah berubahdan tidak peduli denganku lagi. Semuanya benar-benar berubah, semuanya telah membenci dan menjauhiku. Aku sendirian dirumah, sedangkan yang lain sedang makan malam di hotel. Dan aku? Tinggal disini.
Akhirnya, hari yang telah lama kunantikan tiba juga. Hari ini, pertandingan karateku akan berlangsung. Namun sayang, semua orang yang kusayang tak ada yang mau hadir disini. Semua memilih hadir di lomba kak nasha. Olimpiade sains, walau sedikit kecewa akan ku buktikan bahwa aku adalah nasha yang hebat. Keinginanku terwujud, aku menang dan meraih juara satu dipertandingan karate naasional yang diadakan di Jakarta.
“kita panggil, juara nasional karate tahun ini. Nisha safira” panggil pembawa acara dengan iringi tepuk tangan meriah. Kunaiki podium kebesaranku dan kurasakan aku sangat dihargai disini.
Setibanya dirumah, ku letakkan foto keberhasilanku di ruang tamu,namun disaat kedatangan kak nasha dan yang lainnya, kulihat kerumunan disana. Dan disana melihat foto kebesaranku. Kak nasha malah menangis dan berlari menuju kamarnya.
“kamu sengaja meledek nasha?. “ Tanya ayah dengan sinis
“gak yah! Maksud ayah apa sih” tanyaku tak mengerti.
“nasha kalah. Sedangkan kamu menyombongkan diri dengan memajang fotomu diruang ini. Kamu tahu kan hanya foto keberhasilan nasha yang boleh menempatinya, jawab ayah yang membuatku sangat kecewa.
“Lepas fotomu! “ ucap bunda dengan agak ketus padaku.
Kulepas foto yang sangat aku harapkan menjadi penghubung agar keluargaku menyanjungku. Sebuah harapan yang sejak dulu kuinginkan. Karena aku selalu iri setiap kak nasha di puji dan disanjung oleh ayah dan bunda. Serta tamu yang berkunjung kerumahku. Sekarang pertanyaan terbesarku adalah….
“apakah aku anak kandungmu bunda? Ayah?”
Pertanyaan yang tak pernah terjawab oleh lisan, namun terjawab oleh perbuatan mereka padaku. Seorang anak yang selalu tersingkir oleh ketidak adilan.
Hari demi hari terus berganti, dan semenjak itu pula kak nasha menjadi seorang yang terpuruk, aku bisa merasakan.
“udahlah kak, gak ada gunanya di tangisi terus” ucapku lembut
“udahlah sha. Kamu senangkan melihat aku kayak gini, kamu senengkan lihat aku kalah? “jawabnya dengan menangis.
“gak kak, aku gak pernah ada niatan kayak gitu”
“udahlah, pergi kamu dari kamarku. Pergi..”ucapnya terpotong karena iya terjatuh tepat di depanku.
“ayah, bunda..tolong kak nasha, pingsan!”
“apa, kamu apain dia” Tanya ayah dengan sinis
“akugak apa-apain dia yah” sahutku.
Hari ini tepat seminggu sebelum ulang tahunku dengan kak nasha. Aku takut kehilangannya, saudara kembarku yang sangat aku sayangi. Dokter bilang bahwa ginjalnya sudah benar-benar rusak, yang aku tahu kini ginjalnya tinggal satu setelah setahun yang lalu satu ginjalnya sudah diangkat, sedangkan aku masih dua ginjal.
“ hanya sau dara kembarnya yang ginjalnya cocok dengan nasha, jadi usahakan dengan secepat mungkin diadakan pencangkokan ginjal  pak“ kata dokter pada ayah.
Setelah itu, aku menjadi sasaran semua orang yang menyayangi kak dara. Semuanya memintaku untuk mendonorkan satu ginjalku pada kak nasha. Tapi aku tak ingin ada yang tau, karena aku tidak mau  mereka akan menyayangiku karena bersimpati denganku yang telah memberikan satu ginjal pada saudaraku. Aku hanya ingin mendapatkan kasih sayang yang tulus dari mereka. Entahlah bagaimana caranya aku akan mendapatkannya.
“ah sudahlah nisha, kamu memang saudara yang kejam. Hanya menyumbangkan satu ginjal saja tidak mau. Untunglah ada seseorang yang baik hati yang mau menyumbangkannya pada nasha” ucap ayah. 
“siapa yang mendonorkan ginjalnya yah?” Tanya kak rasha.
“Entahlah, pendonor itu tidak mau diberitahu namanya, bahkan iya memberikan dua ginjalnya dengan gratis pada nasha. Dia benar-benar berhati malaikat” ujar ayah
“ andaikan kalian tahu kalau itu aku?? Apakah aku akan dapat pujian dari ayah” gumamku dalam hati.
Beberapa jam sebelum operasi dimulai aku menulis sebuah surat untuk semua orang yang aku sayangi. Entahlah aku merasa lelah dengan hidupku sendiri. Sesudah selesai kutulis, surat itu kuberikan pada bibi mimin. Aku pun berangkat menuju rumah sakit untuk menjalani operasi.
Di ruang operasi
            Ruangan ini terasa begitu menakutkan. Semua benda yang kulihat hanyalah jarum suntik & gunting. Alat-alat yang terlihat menakutkan bagiku. Aku dibawa lebih dahulu keruangan ini. Agar tidak ada yang tahu siapa aku sebenarnya. Posisiku dan kak nasha dipisahkan oleh dinding pembatas hingga akhirnya aku dibius dan kurasakan semuanya gelap.
Seminggu kemudian…
            “akhirnya kamu sembuh juga sayang, bunda kawatir banget sama kamu sejak kamu operasi. Untung ada pendonor itu” ujar bunda dengan kasih sayangnya.
            “dan….happy birthday nasha…” ucap semua orang serentak.
             “makasih ya semuanya… aku seneng banget. Oh iya nisha mana ya bun?? Gak tau nasha kepikiran dia terus. Hari ini kan ulang tahun kami”.
             “iya ya mana nasha bi??” Tanya bunda pada bi mimin.
             “sebentar nyonya” jawab bi mimin dengan berlari menuju kamar nisha.
            Dan beberapa menit kemudian bi mimin datang dengan sepucuk surat di tangannya.
              “ini surat dari non nisha sebelum dia pergi”.
Walau agak heran, bunda pun membacanya dengan agak keras.
          Untuk semua orang yang nisha sayang. Mungkin saat kalian baca surat ini, nisha gak ada lagi di sini. Nisha udah pergi ketempat yang sangat jauh. Oya?.. gimana kabarnya kak nasha? Gak sakit lagikan? Semoga ginjalku dapat meraih semua mimpi-mimpimu yang belum terwujut.
         Dan untuk ayah yang aku rindukan. Gimana yah? Rumah kita udah tenang belum? Gak ada yang gak sopan lagikan? Oh pasti gak ada dong ya? Ya iya lah nisha si pembuat onarkan udah gak ada.
         Dan teruntuk bunda yang ku rindukan. Bunda, nisha pasti akan sangat rindu dengan Teddy bear Remberian bunda lima tahun lalu. Bunda, nisha kangen banget pelukan bunda, nisha selalu iri saat bunda hanya mencium kan nasha di saat dia sedang tidur.
         Teruntuk kak rasya dan saudara kembarku, nasha gimana kak gak ada lagi kan yang ganggu kalian belajar? Gak ada lagi yang nyetel music keras-keras di kamarkan? Pasti rumah kita tenang ya. Pastinya gak akan ada yang lagi membuat kalian malu karena punya saudara yang bodoh kaya aku bukan?.. oh pastinya, oya happy birthday ya kak. Selamat menjalani umurmu ke-17 tahun yang mungkin tak pernah aku rasakan. Kalian semua harus tau, betapa aku sangat menyayangi kalian . mungkin dengan kepergianku, semuanya akan tenang dan rumah kita menjdi tentram. Nisha harap, gak ada yang terkucilkn seperti nisha, yang selalu menangis tiap malam. Yang selalu merindukan kehangatannya keluarga. Mungkin dengan kepergian ini, aku akan tau bagaimana kalian akan mengenangku, seperti aku yang selalu mengenang kalian setiap malam dengan tangisan….semoga kalian semua bahagia tanpa nisha.amiin….
Salam rindu penuh tangis bahagia
-NISHA SAFIRA-
Semua yang mendengar menangis, mereka bertanya-tanya pada bi mimin dimana nisaha, namun tiba-tiba telon rumah berbunyi.
            “iya saya hamdan, ada apa ya? Tanya ayah penasaran dan sesaat kemudian ayah menangis dan segera mengajak semua keluarga ke rumah sakit. Dan mereka terlambat, nisha telahpergi untuk selama-lamanya dan meninggalkan berjuta penyesalan disetiap tangis yang jatuh, kini nisha telah tenang dan jauh dari ketidak adilan selama hidupnya. Walau air mata telah mengiringinya yang telah pergi untuk selama-lamanya.

Subscribe to receive free email updates: