“Tuhan…Biarkan Aku yang Pergi”
Malam yang sejuk mengiringi kerinduanku. Angin
malam turut membelai rambutku,menemaniku
yang tengah sendiri menatap indahnya bumi. Sebagai teman paling setia di
kesenderianku dalam ketidak adilan ini.
“ Tuhan…kapan semuanya akan berubah? ‘’
Tanyaku dalam pengharapan. Tiba-tiba pintu kamarku di ketuk cukup pelan.
“ Pasti Bik mimin” tebakku
“ iya sebentar ? “ sahutku sembari berjalan
dari serambi kamar
“ ma’af nun, waktunya makan malam,yang lain
sudah ngumpul di bawah” ucap Bik mimin saat pintu kamarku terbuka.
“ Oke bik, nisya juga udah lapar banget nich “
candaku padanya.
Bibik mimin adalah seorang yang merawatku
sejak lahir. Bagiku, ia sudah seperti ibu kandungku sendiri, hanya Bik mimin
yang peduli padaku.di saat aku sakit, hanya ia yang selalu menyiapkan obat,
hanya dia yng selalu tahu betapa sedihya aku di saat nilai rapotku jauh dari
nilai kak nasha, hanya ia yang tahu betapa aku ingin seprti kak nasha, saudara
kembarku.
“ wah…ada ayam goring nich hemm mak yuus”
“dasar ga’ sopan….” Sindir ayah padaku.
“ makanya, jangan nerocos aja donx jadi cwek”
kata kakakku rasha.
“ nisha, sopan sedikitkan ada ayah sama bunda”
tambah kak nasha.
“iya, betul tuh kata nasha , contoh dia”
tambah bunda lagi.
“ Oke, aku pergi silahkan makan ! “ ucapku
sinis
Akupun bergegas naik menuju kamarku tanpa
menyentuh sedikitpun makanan disana. Padahal sebenarnya maghku kambuh dan
rasanya sangatlah perih. Tapi lebih perih lagi di saat aku tak parnah
mendaptkan kasih sayang dari semua orang yang aku sayangi.
Waktu seakan berjalan dengan sungguh cepat.
Kini saatnya pembagian hasil belajar siswa.kebetulan, aku dan kak nasha berbeda
kelas dan sekolah. Kalau aku masih kelas satu SMA,sedangkan ia sudah dikelas
dua SMA.semua terjadi karena aku pernah tak naik kelas sewatu di sekolah dasar.
Kalau kak Nasha sengaja ayah sekolahkan terfavorit di Jakarta. Sedangkan, aku
bersekolah di SMA SWASTA biasa. Karna nilaiku tak sehebat kak Rasya dan kak
Nasha.
“Yah…ambilin Raport nasha ya??” pintaku.
“ayah sudah janji akan ngambilin raport nasha,
kalian kan beda sekolah”
“bunda…ambilin raport nisha ya”
“bunda, sudah janji sama nasha ngambilin
raportnya, dia kan sedah kelas tiga jadi harus diwakilin”
“ah, sudahlah nisha, kamu memang saudara yang
kejam, hanya menyumbangkan satu ginjal saja tidak mau. Untunglah ada seorang
yang baik hati yang mau menyumbangkannya pada nasha “ucap ayah”.
“Oh gitu ya ??” Balasku dengan kecewa.
Aku hanya bisa nangis sendirian di kamar.
Tidak ada seorang pun yang mau mengambil raportku. Jalan terahir adalah bi
mimin.
“Gimana bi hasilnya?” tanyaku dengan
penasaran.
“non nisha juara satu” ucap bibik dengan
semangat.
“hah ??.. beneran bi???” sahutku tak kalah
semangat, ternyata usahaku tak kalah sia-sia . akhirnya aku bisa menyamai
dengan usaha kak nasha.
Setibanya di rumah, semua orang yang sedang
berketawa ria melmenjaihat hasil belajar kak rasya dan kak nasha menjadi
terdiam di saat kedatanganku dengan bi mimin.
“gimana hasilnya sha? Pasti jelek-jelek ucap
kak rasha menyindirku.
“gak kok, aku juara satu” ucap dengan
semangat.
“oh juara satu di sekolahmu, pasti juara
terakhir di kelas nasha” ledek ayah.
Aku kecewa bener-bener kecewa karena semua
prestasiku yang ku raih tak pernah di hargai sama sekali. Dengan kecewa aku
lari menuju kamarku, kuratapi semua ke tidak adilan ini. Aku tidak keluar 2
hari pun tidak ada yang peduli, terkecuali bibi mimin yang hampir tiap jam membujukku untuk keluar kamar. Maghku kambuh
dan rasanya sangatlah perih dari biasanya.
“tuhan… kuatkan aku !!” Pintaku.
Di hari ketiga aksi diamku di kamar, tiba-tiba
rumahku ter dengar suara yang sangat aku kenal. Ternyata, hari ini keluarga om
Rifki dari Belanda tiba di Jakarta,
untuk berlibur bersama kami.
“ Om Rifki, tante titi?? Aku rindu kalian“ ucapku
ter tunduk lesu di kamar.
Aku keluar kamar untuk menemui mereka, namun
ternyata mereka sudah berubahdan tidak peduli denganku lagi. Semuanya
benar-benar berubah, semuanya telah membenci dan menjauhiku. Aku sendirian
dirumah, sedangkan yang lain sedang makan malam di hotel. Dan aku? Tinggal
disini.
Akhirnya, hari yang telah lama kunantikan tiba
juga. Hari ini, pertandingan karateku akan berlangsung. Namun sayang, semua
orang yang kusayang tak ada yang mau hadir disini. Semua memilih hadir di lomba
kak nasha. Olimpiade sains, walau sedikit kecewa akan ku buktikan bahwa aku
adalah nasha yang hebat. Keinginanku terwujud, aku menang dan meraih juara satu
dipertandingan karate naasional yang diadakan di Jakarta.
“kita panggil, juara nasional karate tahun
ini. Nisha safira” panggil pembawa acara dengan iringi tepuk tangan meriah. Kunaiki
podium kebesaranku dan kurasakan aku sangat dihargai disini.
Setibanya dirumah, ku letakkan foto
keberhasilanku di ruang tamu,namun disaat kedatangan kak nasha dan yang
lainnya, kulihat kerumunan disana. Dan disana melihat foto kebesaranku. Kak
nasha malah menangis dan berlari menuju kamarnya.
“kamu sengaja meledek nasha?. “ Tanya ayah
dengan sinis
“gak yah! Maksud ayah apa sih” tanyaku tak
mengerti.
“nasha kalah. Sedangkan kamu menyombongkan
diri dengan memajang fotomu diruang ini. Kamu tahu kan hanya foto keberhasilan
nasha yang boleh menempatinya, jawab ayah yang membuatku sangat kecewa.
“Lepas fotomu! “ ucap bunda dengan agak ketus
padaku.
Kulepas foto yang sangat aku harapkan menjadi
penghubung agar keluargaku menyanjungku. Sebuah harapan yang sejak dulu
kuinginkan. Karena aku selalu iri setiap kak nasha di puji dan disanjung oleh
ayah dan bunda. Serta tamu yang berkunjung kerumahku. Sekarang pertanyaan
terbesarku adalah….
“apakah aku anak kandungmu bunda? Ayah?”
Pertanyaan yang tak pernah terjawab oleh
lisan, namun terjawab oleh perbuatan mereka padaku. Seorang anak yang selalu
tersingkir oleh ketidak adilan.
Hari demi hari terus berganti, dan semenjak
itu pula kak nasha menjadi seorang yang terpuruk, aku bisa merasakan.
“udahlah kak, gak ada gunanya di tangisi
terus” ucapku lembut
“udahlah sha. Kamu senangkan melihat aku kayak
gini, kamu senengkan lihat aku kalah? “jawabnya dengan menangis.
“gak kak, aku gak pernah ada niatan kayak
gitu”
“udahlah, pergi kamu dari kamarku.
Pergi..”ucapnya terpotong karena iya terjatuh tepat di depanku.
“ayah, bunda..tolong kak nasha, pingsan!”
“apa, kamu apain dia” Tanya ayah dengan sinis
“akugak apa-apain dia yah” sahutku.
Hari ini tepat seminggu sebelum ulang tahunku
dengan kak nasha. Aku takut kehilangannya, saudara kembarku yang sangat aku
sayangi. Dokter bilang bahwa ginjalnya sudah benar-benar rusak, yang aku tahu
kini ginjalnya tinggal satu setelah setahun yang lalu satu ginjalnya sudah
diangkat, sedangkan aku masih dua ginjal.
“ hanya sau dara kembarnya yang ginjalnya
cocok dengan nasha, jadi usahakan dengan secepat mungkin diadakan pencangkokan
ginjal pak“ kata dokter pada ayah.
Setelah itu, aku menjadi sasaran semua orang
yang menyayangi kak dara. Semuanya memintaku untuk mendonorkan satu ginjalku
pada kak nasha. Tapi aku tak ingin ada yang tau, karena aku tidak mau mereka akan menyayangiku karena bersimpati
denganku yang telah memberikan satu ginjal pada saudaraku. Aku hanya ingin
mendapatkan kasih sayang yang tulus dari mereka. Entahlah bagaimana caranya aku
akan mendapatkannya.
“ah sudahlah nisha, kamu memang saudara yang
kejam. Hanya menyumbangkan satu ginjal saja tidak mau. Untunglah ada seseorang
yang baik hati yang mau menyumbangkannya pada nasha” ucap ayah.
“siapa yang mendonorkan ginjalnya yah?” Tanya
kak rasha.
“Entahlah, pendonor itu tidak mau diberitahu
namanya, bahkan iya memberikan dua ginjalnya dengan gratis pada nasha. Dia
benar-benar berhati malaikat” ujar ayah
“ andaikan kalian tahu kalau itu aku?? Apakah
aku akan dapat pujian dari ayah” gumamku dalam hati.
Beberapa jam sebelum operasi dimulai aku
menulis sebuah surat untuk semua orang yang aku sayangi. Entahlah aku merasa
lelah dengan hidupku sendiri. Sesudah selesai kutulis, surat itu kuberikan pada
bibi mimin. Aku pun berangkat menuju rumah sakit untuk menjalani operasi.
Di ruang operasi
Ruangan ini
terasa begitu menakutkan. Semua benda yang kulihat hanyalah jarum suntik &
gunting. Alat-alat yang terlihat menakutkan bagiku. Aku dibawa lebih dahulu
keruangan ini. Agar tidak ada yang tahu siapa aku sebenarnya. Posisiku dan kak
nasha dipisahkan oleh dinding pembatas hingga akhirnya aku dibius dan kurasakan
semuanya gelap.
Seminggu kemudian…
“akhirnya kamu
sembuh juga sayang, bunda kawatir banget sama kamu sejak kamu operasi. Untung
ada pendonor itu” ujar bunda dengan kasih sayangnya.
“dan….happy
birthday nasha…” ucap semua orang serentak.
“makasih ya
semuanya… aku seneng banget. Oh iya nisha mana ya bun?? Gak tau nasha kepikiran
dia terus. Hari ini kan ulang tahun kami”.
“iya ya mana
nasha bi??” Tanya bunda pada bi mimin.
“sebentar
nyonya” jawab bi mimin dengan berlari menuju kamar nisha.
Dan beberapa
menit kemudian bi mimin datang dengan sepucuk surat di tangannya.
“ini surat
dari non nisha sebelum dia pergi”.
Walau agak heran, bunda pun membacanya dengan agak keras.
Untuk semua
orang yang nisha sayang. Mungkin saat kalian baca surat ini, nisha gak ada lagi
di sini. Nisha udah pergi ketempat yang sangat jauh. Oya?.. gimana kabarnya kak
nasha? Gak sakit lagikan? Semoga ginjalku dapat meraih semua mimpi-mimpimu yang
belum terwujut.
Dan untuk ayah yang aku rindukan. Gimana
yah? Rumah kita udah tenang belum? Gak ada yang gak sopan lagikan? Oh pasti gak
ada dong ya? Ya iya lah nisha si pembuat onarkan udah gak ada.
Dan teruntuk
bunda yang ku rindukan. Bunda, nisha pasti akan sangat rindu dengan Teddy bear
Remberian bunda lima tahun lalu. Bunda, nisha kangen banget pelukan bunda,
nisha selalu iri saat bunda hanya mencium kan nasha di saat dia sedang tidur.
Teruntuk kak
rasya dan saudara kembarku, nasha gimana kak gak ada lagi kan yang ganggu
kalian belajar? Gak ada lagi yang nyetel music keras-keras di kamarkan? Pasti
rumah kita tenang ya. Pastinya gak akan ada yang lagi membuat kalian malu
karena punya saudara yang bodoh kaya aku bukan?.. oh pastinya, oya happy
birthday ya kak. Selamat menjalani umurmu ke-17 tahun yang mungkin tak pernah
aku rasakan. Kalian semua harus tau, betapa aku sangat menyayangi kalian .
mungkin dengan kepergianku, semuanya akan tenang dan rumah kita menjdi tentram.
Nisha harap, gak ada yang terkucilkn seperti nisha, yang selalu menangis tiap
malam. Yang selalu merindukan kehangatannya keluarga. Mungkin dengan kepergian
ini, aku akan tau bagaimana kalian akan mengenangku, seperti aku yang selalu
mengenang kalian setiap malam dengan tangisan….semoga kalian semua bahagia
tanpa nisha.amiin….
Salam rindu penuh tangis bahagia
-NISHA SAFIRA-
Semua yang mendengar menangis, mereka
bertanya-tanya pada bi mimin dimana nisaha, namun tiba-tiba telon rumah
berbunyi.
“iya saya hamdan, ada apa ya? Tanya ayah penasaran dan sesaat
kemudian ayah menangis dan segera mengajak semua keluarga ke rumah sakit. Dan
mereka terlambat, nisha telahpergi untuk selama-lamanya dan meninggalkan
berjuta penyesalan disetiap tangis yang jatuh, kini nisha telah tenang dan jauh
dari ketidak adilan selama hidupnya. Walau air mata telah mengiringinya yang
telah pergi untuk selama-lamanya.